Pancuran pitu (Jawa, pitu = tujuh) adalah merupakan objek wisata
air panas yang bersumber dari tujuh mata air. Lokasinya terletak
kurang lebih 2,5 km dari gerbang objek wisata baturaden. Berbeda
dengan pancuran telu (Jawa, telu = tiga) yang terletak didalam
kawasan baturaden sehingga pengunjung "mesti" membayar tiket masuk
baturaden terlebih dahulu untuk kemudian membayar lagi tiket masuk
ke pancuran telu, pada pancuran pitu terdapat jalan akses langsung
tanpa melalui gerbang utama baturaden. Jalan akses tersebut sudah
berupa aspal mulus yang bisa dilalui berbagi jenis kendaraan hingga
tepat di pintu gerbang wisata pancuran pitu.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Mata Air Panas - Pancuran Pitu Pemandangan dari atas tebing Pancuran Pitu | | | | |
Dari sini masih dibutuhkan +/- 300 meter lagi perjalanan yang
harus ditempuh melalui undakan tangga curam, menuju ke lokasi
pancuran pitu. Untunglah undakan yang ada terbuat dari semen+batu
sehingga pengunjung tidak mengalami kesulitan saat melintasinya.
Setiba dilokasi beberapa penjual makanan/minuman dan cendera mata
tampak berjajar dan sekelompok pemuda telah menyambut dengan alunan
musik musik pop yang sedang trend, mengharap lemparan uang receh
pada kaleng kosong di tengah jalan. Tidak sulit menemukan sumber
air panas pancuran pitu tersebut, karena terletak disisi sebelah
kanan dari jalan masuk. Pancuran pitu sendiri memang berupa aliran
air panas yang memancar dari celah-celah bebatuan dengan ketinggian
+/- 1 meter. Air yang mengalir nampak mengeluarkan uap panas dan
bebatuan yang dilewatinya berubah menjadi berwarna merah
kecoklatan.
Menelusuri kearah mana air panas tersebut mengalir, saya
menemukan pemandangan yang belum pernah saya lihat ditempat manapun
sebelumnya. Sebuah tebing berwarna coklat muda diselingi warna
hijau tampak mengepulkan asap. Seluruh bagian tebing tersebut
dialiri air panas yang mengalir secara perlahan kebagian bawah
tebing, sehingga tampak seperti batu ber-uap. Kombinasi warna yang
menarik dan sangat indah sekali untuk dinikmati, suatu hal yang
membuktikan bahwa warna natural memang selalu serasi dan "enak"
dilihat mata.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Mata Air Panas - Pancuran Pitu Kombinasi warna tebing yang menarik untuk dinikmati | | | | |
Sebuah tangga di disebelah kanan tebing batu ini, memngkinkan
pengunjung untuk turun, menikmati pemandangan indah dari sisi bawah
tebing. Rupanya tidak semua air yang mengalir di bebatuan ini
adalah air panas, terbukti dari air yang mengalir dekat anak tangga
adalah air dengan suhu yang lebih dingin. Akibatnya sesampai di
bagian bawah campuran keduanya menjadikan suhu air lebih dingin
dibandingkan bagian atasnya.
Sebuah kotak sumbangan kebersihan tanpa penjaga "menghadang" di
tepian tangga. Dari tulisan yang ada diatas kota tersebut, terbaca
"Gua Sarabadak", namun ketika saya mencoba mencari-cari bagian mana
yang disebut Gua Sarabadak ini tidak berhasil menemukan lokasi yang
dimaksud. Hanya beberapa celah kecil dibatuan cadas yang tentunya
tidak pantas disebut sebagai gua. Ketika iseng melongokkan kepala
ke bagian bawah dari pagar pembatas terlihat sebuah celah besar dan
sedikit menjorok ke dalam, mungkin ini yang dimaksud dengan Gua
Sarabadak. Tidak ada yang istimewa ditempat itu, terlebih lagi
tidak ada akses untuk masuk ketempat tersebut mengakibatkan
pengunjung hanya bisa melihat dari sisi atas bagian mukanya saja,
namun cukup jelas melihat isi keseluruhan gua.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Mata Air Panas - Pancuran Pitu Gua sarabadak (mungkin) dilihat dari sisi atas muka | | | | |
Disamping Gua Sarabadak, ada pula lokasi bersejarah berupa
petilasan yang terletak diluar gerbang pancuran pitu namun berjarak
cukup dekat, kira-kira 100 meter. Entah tempat tersebut merupakan
petilasan dari raja atau tokoh siapa, yang jelas ketika ditemukan
oleh penduduk sudah berupa tempat seperti yang ada sekarang.
Petilasan itu terdiri dari bebatuan yang disusun membentuk anak
tanggak dan adapula yang berbentuk batu datar persegi empat,
menyerupai tempat duduk. Petilasan tersebut dinamakan Batur
Sengkala, yang konon kata penduduk setempat sering digunakan oleh
petinggi-petinggi jaman dahulu sebagai tempat beristirahat sejenak
dari perjalanan jauh.
*Legenda.....
Syekh Maulana Maghribi adalah seorang ulama. Dia seorang Pangeran
dari Turki. Suatu hari setelah Subuh, dia melihat cahay misterius
bersinar disebelah Tenggara. Dia ingin mengetahui darimana cahaya
misterius itu datang dan apa artinya. Dia memutuskan untuk mencari
tahu. Dan dia ditemani oleh sahabatnya, Haji Datuk dan pekerjanya.
Mereka berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut.
Kemudian setelah Syekh Maulana Maghribi sampai di Pantai Gresik,
cahaya misterius tersebut tampak disebelah Barat, dan akhirnya
mereka sampai di pantai Pemalang Jawa Tangah. Ditempat ini Dia
meminta para pekerjanya untuk pulang. Sementara itu dia ditemani
oleh Haji Datuk untuk melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki
menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Kemudian
Syekh Maulana Maghribi tinggal di Banjar Cahayana.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Mata Air Panas - Pancuran Pitu Petilasan Batur Sengkala yang berupa batu tepahat rapi berbentuk segiempat, sehingga diperkirakan sebagai tempat duduk | | | | |
Ditempat itu dia terkena penyakit gatal yang serius dan susah
disembuhkan. Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia
harus pergi ke Gunung Gora. Sesudah sampai di lereng Gunung Gora
Dia meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya& menunggu ditempat
yang mengepulkan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas dan
Syekh Maulana Maghribi menyebutnya " Pancuran Pitu" yang artinya
sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air. Setiap hari
Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan
begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya.
Orang sekitar menyebut Syekh Maulana Maghribi sebagai "Mbah
Atas Angin" karena Dia datang dari sebuah negeri yang jauh. Dan
Syekh Maulana Maghribi dinamakan Haji Datuk Rusuhudi (dalam bahasa
Jawa berarti Batur yang Adil atau Pembantu Setia). Tempatnya
terkenal dengan satu "R" dan bernama "Baturaden". Karena Syekh
Maulana Maghribi sembuh dari penyakit gatal dan aman dilereng
gunung Gora. Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi
Gunung Slamet. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Tempat dimana
Syekh Maulana Maghribi sembuh dianggap sebagai tempat keramat oleh
orang sekitar. Banyak orang dari Purbalingga, Banjarnegara, &
Pekalongan mengunjungi tempat tersebut pada Selasa Kliwon &
Jum'at Kliwon.
|