Login

 

 
 

Artikel: Budaya - Situs Batujaya

 

 artikelgalerilokasiforum

 


[navigasi.net] Budaya - Situs Batujaya
Candi Jiwa yang telah selesai dipugar. Bentuk bagian atas dari Candi ini masih merupakan teka-teki

Telah dilihat: 7346x

Penulis

:

   Buyung Akram

Referensi

:

-

 

Lokasi

:

-;Batujaya;Karawang

Koordinat GPS

:

S6.057090 - E107.154720

Ketinggian

:

4 m

Fotografer

:

 

 

 

 

 

Tanggapan: 2 

 

 

Galeri: 18 

 


Siapa sangka kalau unur (gundukan tanah) yang terletak di pematang sawah itu adalah reruntuhan sebuah candi ? Saya berani bertaruh bila anda melihat langsung kelokasi unur tersebut pasti akan menyangka gundukan tersebut hanyalah onggokan tanah dengan puing batu bata disana sini, yang mirip sekali dengan buangan puing bongkaran suatu bangunan. Terlebih beberapa ekor kambing tampak sedang asik berteduh dibawah rindangnya pohon tak jauh dari lokasi dimana unur tersebut berada, yang tentunya semakin menambah kesan biasa-biasa saja.

[navigasi.net] Budaya - Situs Batujaya
Salah satu pintu masuk kebagian tengah Candi Blandongan

Terdapat 17 unur pada lokasi ini, satu diantaranya sudah selesai di ekskavasi yakni Candi Jiwa (S006.05709 - E107.15472), sedangkan yang dalam tahap ekskavasi hingga artikel ini dibuat dinamakan Candi Blandongan (S006.05598 - E107.15338). Unur-unur lain benar-benar masih dalam bentuk gundukan tanah, beberapa diantaranya telah meiliki nama: Serut, Gundul, Damar, Batu Lingga, Lingga dan Lempeng. Kesengajaan membiarkan candi-candi tersebut masih dalam gundukan tanah atau unur, diakrenakan untuk terhindar dari pencurian/perampokan benda-benda cagar budaya oleh masayarakat. Dengan membiarkannya dalam bentuk gundukan tanah, setidaknya akan mempersulit  seseorang untuk mengambil benda-benda cagar budaya, karena harus menggali terlebih dahulu.

Selain dalam bentuk candi juga ditemukan pula sebuah sumur tua (S006.05465 - E107.15050) yang lokasinya tidak jauh dari lokasi Candi Blandongan dan sudah dinaungi cungkup diatasnya. Dibagian lain juga ditemukan sebuah batu pipih besar (S006.05703 - E107.15276) yang diperkirakan akan dipakai sebagai tempat penulisan prasasasti, namun entah karena faktor apa hingga kini tidak ada satu tulisanpun yang terukir dibatu tersebut. Dugaan yang timbul, mungkin telah terjadi bencana alam atau peperangan, sehingga batu pipih tersebut masih polos dari prasasti/tulisan.


[navigasi.net] Budaya - Situs Batujaya
Batu prasasti yang masih dalam keadaan polos ditemukan tak jauh dari lokasi Candi Blandongan

Nama Candi Jiwa diberikan penduduk karena setiap kali mereka menambatkan kambing gembalaannya di atas reruntuhan candi tersebut, ternak tersebut mati. Sedangkan nama Blandongan diambil dari dialek setempat yang identik dengan pendopo, dikarenakan lokasi candi tersebut berada sering dijadikan tempat peristirahatan seusai menggembalakan ternak.

Untuk pemugaran candi-candi ini, team eksvakasi candi memesan bata khusus dengan ukuran 38x12x7cm. Bata-bata itu kemudian disusun berdasarkan sketsa gambar bentuk candi yang telah dibuat sebelumnya. Sketsa itu sendiri dibuat dengan memperhatikan bagian-bagian candi yang masih tersisa. Dari penelelitian yang telah dilakukan terhadap candi Blandongan, diambil kesimpulan bahwa Candi Blandongan adalah candi utama dari kompleks candi-candi tersebut. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan ukuran candi dan adanya pintu masuk pada  ke-empat sisi candi dengan masing-masing sisi tersebut terletak disudut Tenggara, Barat Daya, Timur Laut dan Barat Laut dari mata angin. Pintu-pintu tersebut diperkirakan merupakan akses masuk ke bagian tengah candi untuk melakukan upacara keagaaman atau meletakkan sesaji. Lubang silinder berdiameter kira-kira setengah meter yang terletak pada bagian muka dari pintu masuk, diperkirakan dulunya merupakan tiang penyangga untuk bagian atas atau sebagai gapura.


[navigasi.net] Budaya - Situs Batujaya
Sketsa tampak atas dari Candi Blandongan

Dari sisa-sisa reruntuhan bisa dibagi menjadi tiga jenis bahan penyusun candi, yakni batu andesit digunakan pada beberapa bagian di bawah candi, batu bata yang merupakan bahan dominan, digunakan untuk membangun badan candi, sedangkan batu-batuan kecil yang direkatkan dengan lapisan putih diunakan untuk ornamen atap candi. Lapisan putih yang tampak seperti kapur itu, menurut para arkeologi diperkirakan dibentuk dari serpihan kerang. Dengan adanya bahan-bahan penyusun tersebut, pada jaman dulu tentunya candi ini amatlah megah, namun sayang sekali tidak ada literatur yang bisa dijadikan pedoman seperti apa bagian atas dari candi Blandongan ini.

Berbeda dengan candi Blandongan, pada candi Jiwa praktis tidak ditemukan sama sekali adanya pintu masuk kebagian tengah candi. Susunan batu bata yang berbentuk gelombang pada bagian atasnya diperkirakan merupakan bagian dari relief bunga teratai. Dugaan awal pada bagian atas Candi Jiwa ini terdapat patung Budha berukuran besar yang duduk diatas bunga teratai.

Disamping temuan-temuan batu-batuan pembentuk candi juga ditemukan fragmen tulang-belulang manusia dan binatang, gerabah, dan kerang-kerang laut kuno. Temuan paling penting dalam ekskavasi yang dilakukan antara lain fragmen cermin perunggu, fragmen sangkha emas, fragmen votive tablet berelief Buddha yang diapit Boddhisatwa. Di atasnya duduk tiga Tathagatha, sedangkan di bagian bawah terdapat inskripsi dengan huruf Jawa Kuno.

Dalam buku karangan De Haan yang mengungkapkan, daerah itu pada tahun 1684 masih berupa rawa. Sementara daerah sekitarnya masih berupa tambak-tambak yang membentang sejak Sungai Citarum di sebelah barat hingga Kali Ciparage di sebelah timur. Kali Ciparage terletak di daerah Cilamaya.


[navigasi.net] Budaya - Situs Batujaya
Beberapa jenis fragmen yang ditemukan di sekitar Candi Blandongan

Kecuali tambak di Batujaya, tambak di Ciparage telah disewakan Tumenggung Panatajuda kepada orang-orang Cina. Kelompok etnis Tionghoa tersebut, hingga kini masih dijumpai di daerah Cemara yang terletak sekitar 10 kilometer sebelah timur situs Cibuaya. Selama ini mereka dikenal sebagai penguasa tambak udang dan bandeng.

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, tahun 1691, rawa Batujaya dikuasai Tumenggung Wirabaya. Tahun 1706, Komando Belanda yang ditempatkan di Tanjungpura, sekitar lima kilometer arah barat dari Kota Karawang mengingatkan janji Wirabaya untuk membersihkan rawa-rawa tersebut dan kemudian dijadikan sawah dan lahan penanaman nila.

Sayang, hingga kini belum diketahui apakah bangunan-bangunan candi tersebut dihancurkan ketika Mataram menempatkan pasukannya dalam rangka penyerbuan ke Batavia. Atau kerusakan itu sudah terjadi pada era sebelumnya, misalnya, ketika Sriwijaya berusaha melakukan ekspansi kekuasaannya. Sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, Karawang pernah dikuasai Mataram, namun kemudian diserahkan kepada VOC.

Para arkeolog berpendapat, jika sudah ada candi, sangat boleh jadi pada saat itu sudah terdapat kerajaan. Sebab untuk membangun candi dibutuhkan biaya yang tidak sedikit dan masyarakat yang terorganisir.


[navigasi.net] Budaya - Situs Batujaya
Bentuk sumur tua yang terletak dalam cungkup. Menurut penduduk setempat sumur ini tidak dalam hanya sedalam pinggang manusia dewasa

Meskipun sudah dilakukan beberapa kali penelitian terhadap runtuhan bangunan candi-candi tersebut, baik di Pamarican, Cibuaya, dan Batujaya, satu hal membuat para peneliti penarasan adalah, pertanggalan situs-situs tersebut hingga kini belum diketahui pasti. Padahal informasi tersebut sangat penting untuk menyingkap sejarah masyarakat Sunda di masa lalu. Dan jika asumsi para arkeologi bahwa candi berdiri pada tahun 3 Masehi, bisa dipastikan situs batujaya ini merupakan candi tertua yang pernah ditemukan di Indonesia.

Sebuah cerita misteri ikut mewarnai candi-candi ini. Terdapat peraturan tak tertulis pada lokasi ini bahwa pengunjung dilarang membawa pulang batu-batuan yang merupakan bagian dari badan candi. Terkadang meskipun sudah ada larangan tersebut, masih ada saja pengunjung yang iseng membawa pulang beberapa buah batu untuk dijadikan jimat/penglaris/sarana untuk memajukan usahanya. Namun beberapa hari kemudian pengunjung tersebut kembali lagi kelokasi candi untuk mengembalikan batu yang telah mereka ambil, karena tidak tahan menghadapi "gangguan-gangguan" yang dialaminya. Malah diceritakan seorang lurah diberitakan mati mendadak dalam mobil yang dikendarainya, dan ketika di check pada bagasi belakang terdapat sekarung batu bata yang berasal dari lokasi candi tersebut.

navigasi.net 2003 - 2024