Entah sudah berapa puluh kali saya melewati jalan batutulis, tapi
masih saja nggak "ngeh" (sadar) bahwa didaerah situ terdapat
prasasti yang sudah berumur ribuan tahun peninggalan kerajaan
Tarumanegara. Tentu bukan salah saya 100% karena meskipun lokasinya
tepat ditepi jalan batutulis, susah dikenali atau dibedakan dengan
bangunan pertokoan atau rumah penduduk. Malah sepintas mirip dengan
kantor kelurahan atau kantor pemerintahan sejenis lainnya. Terlebih
lagi daerah tersebut boleh dibilang padat arus lalu-lintasnya
sehingga mata pengemudi akan cenderung mengamati jalan raya,
waspada bila tiba-tiba saja ada angkutan umum yang dengan santai
memotong jalan atau berhenti mendadak.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Prasasti Batutulis Sebuah batu lain yang terletak di depan batu lingga, diperkirakan sebagai tempat duduk | | | | |
Berada dalam sebuah bangunan ukuran +/- 5x5 meter, yang dipagari
besi dan tanaman pada sisi dalamnya, praktis lokasi ini sama sekali
tidak menarik perhatian atau mengisyaratkan ada benda istimewa
didalamnya. Papan wisata yang adapun dipasang sejajar dengan badan
jalan sehingga agak susah dibaca kecuali benar-benar tepat berada
didepan/diseberang jalan.
Prasasti batutulis memang merupakan bagian sejarah dari kota
bogor. Terletak di kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan,
Kotamadya Bogor, dulunya lokasi ini ribuan tahun yang lalu berada
ditempat yang hening, sepi dan berkabut. Bahkan bagi penduduk
setempat dipercaya sebagai tempat sarang harimau yang kemudian
menumbuhkan khayalan adanya hubungan antara kerajaan Pajajaran yang
sirna dengan harimau. Scipio, seorang ekspedisi Belanda yang
ditugaskan untuk membuka daerah pedalaman jakarta, melukiskan
betapa hormat dan khidmatnya mereka (orang pribumi dalam rombongan
ekspedisi), menghadapi situs Batutulis sampai mereka berani
melarang Scipio yang merupakan pimpinannya menginjakkan kaki
kedalamnya karena ia bukan orang Islam, jelas sekali mereka
menganggap tempat itu "keramat", karena disitu, menurut mereka,
terletak tahta atau singgasana raja Pajajaran. Dengan keyakinan
seperti itu, bila pada saat mereka pertama kali menemukan tempat
tersebut lalu melihat seekor atau beberapa ekor harimau keluar dari
dalamnya, mereka tidak akan menganggapnya sebagai hewan biasa.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Prasasti Batutulis Sepasang tapak kaki dan tangan dari Prabu Surawisesa | | | | |
Menurut catatan sejarah, prasasti itu dibangun tahun 1533 oleh
Prabu Surawisesa, sebagai peringatan terhadap ayahandanya, Prabu
Siliwangi, Raja Pajajaran. Prabu Siliwangi memerintah pada 1482 -
1521. Raja sakti mandraguna itu dinobatkan dengan gelar Prabu Guru
Dewata Prana, lalu bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan
Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Di kompleks itu terdapat 15 peninggalan berbentuk terasit, batu
yang terdapat di sepanjang Sungai Cisadane. Ada enam batu di dalam
cungkup, satu di luar teras cungkup, dua di serambi dan enam di
halaman. Satu batu bercap alas kaki, satu batu bercap lutut, dan
satu batu besar lebar yang berisi tulisan Pallawa dan berbahasa
Sanskerta. Konon prasasti batutulis itu dibuat oleh Prabu
Surawisesa sebagai bentuk penyelasannya karena ia tidak mampu
memepertahankan keutuhan wilayah Pakuan Pajajaran yang
dimanatkan padanya, akibat kalah perang dengan kerajaan
Cirebon.
Perang Pakuan-Pajajaran berlangsung selama 5 tahun. Cirebon yang
didukung kerajaan Demak berhasil mengalahkan kerajaan Pakuan
setelah pasukan meriam Demak datang membantu tepat pada saat
pasukan Cirebon mulai terdesak mundur. Laskar Galuh (Pakuan) tidak
berdaya menghadapi "panah besi yang besar, menyemburkan kukus
ireng, bersuara seperti guntur dan memuntahkan logam panas". Tombak
dan anak panah mereka lumpuh karena meriam sehingga jatuhlah Galuh
diikuti dua tahun kemudian dengan jatuhnya pula kerajaan Talaga,
benteng terakhir kerajaan Galuh.
....................................................................................................................................................................
Prasasti yang terpahat dibatu tersebut tersusun dalam 9 baris
tulisan. Adapun bunyi dan arti dari prasasti tersebut tiap baris
adalah:
1. wangna pun ini sasakla prabu ratu purane pun
diwastu : Wangna ini tanda peringatan bagi Prabu almarhum
dinobatkan.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Prasasti Batutulis Prasasti yang ditulis dengan huruf palawa | | | | | 2. diya wingaran prebu guru dewata prana diwastu diya
dingaran sri : Dia bernama prabu guru dewata parana
dinobatkan lagi dengan nama Sri
3. baduga maharaja ratu haji di pakuan pajajaran sri baduga
ratu de : Baduga maharaja ratu haji dipakwan Pajajaran sang
ratu de-
4. wata pun ya nu nyusuk na pakuan diya anaka rahyang dewa
nis : wata dialah yang membuat parit pakwan dia anak
sangyang dewa nis-
5. kala sang sida mokta di guna tiga incu rahyang nisakala
wastu : kala yang mendiang di guna tida cucu rahyang
niskala wastu
6. kancana sang sida mokta ka nusa larang ya siya nu nyian
sakaka : kencana yang mendiang ke nu salarang dialah yang
membuat tanda pe-
7. la gugunungan ngabalay nyian sanghyang talaga :
ringatan gugunungan, membuat teras di lereng bukit membuat hutan
samida, telaga
8. rena maha wijaya ya siya pun i saka panca panda :
rena maha wijaya ya dialah itu dalam tahun saka lima li-
9. wa emaban bumi .. : ma empat satu (1455) =>
dalam tahum masehi 1533.
Disebelah prasasti itu terdapat sebuah batu panjang dan bulat
sama tingginya dengan batu prasasti. Batu panjang dan bulat (lingga
batu) ini mewakili sosok Sri Baduga Maharaja sedangkan prasasti itu
sendiri mewakili sosok Surawisesa. Penempatan kedua batu itu diatur
sedemikian rupa sehingga kedudukan antara anak dengan ayah amat
mudah terlihat. Si anak ingin agar apa yang dipujikan tentang
ayahnya dengan mudah dapat diketahui (dibaca) orang; akan tetapi ia
tidak berani berdiri sejajar dengan si bapak. Demikianlah batutulis
itu diletakkan agak kebelakang disamping kiri lingga batu.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Prasasti Batutulis Lokasi batutulis dilihat dari jalanraya yang sepintas tidak ada bedanya dengan bangunan umum lainnya terkecuali adanya papan petunjuk wisata | | | | |
Surawisesa tidak menampilkan namanya dalam prasasti. Ia hanya
meletakkan dua buah batu didepan prasasti itu. Satu berisi astatala
ukiran jejak tangan dan satunya berisi padatala, ukiran jejak kaki.
Mungkin pemasangan batu tulis itu bertepatan dengan dengan
upacara srada yakni "penyempurnaan sukma" yang dilakukan
setelah 12 tahun seorang raja wafat. Dengan upacara itu sukma
orang yang meninggal dianggap telah lepas hubungannya dengan dunia
materi.
Dengan kata lain, prasasti batutulis merupakan bukti rasa hormat
seorang anak terhadap ayahnya, dan merupakan suatu hal yang perlu
diteladani oleh generasi sekarang maupun yang akan datang.
|