Batu besar dengan berat delapan ton itu nampak kokoh sekali
bernaung dibawah cungkup. Sepasang "pandatala" (tapak kaki) nampak
tercetak jelas pada bagian atasnya dihiasi dengan sederet prasati
berhuruf Palawa dan berbahasa Sangsekerta. Konon tapak kaki
tersebut adalah bekas tapak kaki Maharaja Purnawarman yang memimpin
dan menguasai kerajaan Tarumanegara.  | |  | |  | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Prasasti Ciaruteun Prasasti Kebun Kopi (Tapak Gajah) yang pada awal masa penemuannya terletak di areal perkebunan kopi | |  | |  |
Dari informasi yang diberikan oleh juru kunci lokasi tersebut,
bahwa pada awalnya letak batu tersebut adalah di pinggiran sungai
yang terletak kurang lebih 100 meter di bawah lokasi dimana batu
prasasti tersebut berada saat ini. Dan pada tahun 1981 batu itu
diangkat dan diletakkan di bawah cungkup seperti apa yang terlihat
sekarang. Karena lokasi awal batu tersebut di tepi Sungai
Ciaruteun, maka batu tersebut dikenal dengan nama Prasasti
Ciaruten.
Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris, berbunyi
"vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah
tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam". Yang dapat diartikan
sebagai "Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki)
Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur
Purnawarman penguasa Tarumanagara".
Tak jauh dari lokasi ini terdapat pula tiga situs lainnya yakni
Prasasti Kebun Kopi (S006.52774 E106.69037), Situs Congklak
(S006.52661 E106.69022) dan Prasasti Batutulis (S006.52328
E106.69109).  | |  | |  | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Prasasti Ciaruteun Batu berdiri yang terletak disisi batu congklak yang mirip tempat duduk | |  | |  |
Prasasti Kebun Kopi dinamakan demikian karena prasasti ini
diitemukan di kebun kopi milik Jonathan Rig, dibuat sekitar 400
Masehi (H Kern 1917). Prasasti ini dikenal pula dengan Prasasti
Tapak Gajah karena terdapat cetakan sepasang kaki gajah beserta
juga sebuah prasasti yang berbunyi "jayavis halasya tarumendrsaya
hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam" (Kedua jejak
telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti
Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa).
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan
Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka
Parawatwan I Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang
Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan
Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara
berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah.
Berbeda dengan kedua prasasti diatas, pada situs Batu Congklak
penulis sama sekali tidak menemukan artikel-artikel terkait yang
menjelaskannya. Pada situs Batu Congklak ini juga tidak terdapat
sebuah prasasti apapun. Pemberian nama Batu Congklak untuk situs
ini disebabkan batu-batu yang ada disana meiliki cekungan mirip
dengan permainan congklak yang telah lazim dikenal masayrakat. Di
situs ini pula tidak terdapat cungkup yang menaunginya, sehingga
praktis akan terkena sinar matahari dan hujan secara langsung.
 | |  | |  | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Prasasti Ciaruteun Tulisan sangsekerta yang terdapat pada prasasti Batutulis | |  | |  |
Sekitar 300 meter dari situs Batu Congklak ke arah Utara,
menyusuri kebun singkong dan jalan setapak di tepi sungai, terdapat
prasasti Batu Tulis. Ukuran prasasti ini paling besar dibandingkan
dengan ketiga prasasti lainnya, dan bagian bawahnya masih terendam
aliran sungai. Ukurannya yang cukup besar dan tentunya mempunyai
bobot yang lebih berat ini pulalah yang mungkin menjadi alasan
mengapa prasati ini tidak dipindahkan ke lokasi yang lebih memadai.
Sederet tulisan dalam bahasa Sangsekerta juga terlihat cukup jelas
pada batu ini, namun sayang sekali tidak ada literatur yang
menjelaskan maknanya 
Secara keseluruhan Prasasati Ciaruteun, merupakan objek wisata
mengandung nilai sejarah yang cukup menarik untuk dikunjungi. Hanya
saja untuk mencapainya, pengunjung harus berjalan kaki kurang lebih
1,5 kilometer dari jalan raya atau dapat pula menggunakan fasilitas
ojek yang tersedia. Tidak adanya areal parkir yang memadai bagi
kendaraan roda empat juga menjadi kendala, karena praktis kendaraan
yang parkir akan menyita badan jalan dan cukup membahayakan
dikarenakn lokasi parkir tersebut dekat dengan tikungan jalan.
|