Pagi itu, meskipun mendung nampak serombongan ibu-ibu berbusana
seragam muslim warna biru muda berjalan bergegas menuju kompleks
Mesjid Agung Banten. Hujan rintik yang mulai perlahan turun
nampaknya tidak mampu mengurungkan niat mereka untuk berziarah
kemakam-makam sultan banten. Sepertinya hal ini merupakan rutinitas
yang telah biasa mereka lakukan di hari-hari tertentu. Menjelang
siang nampak berbagai bus-bus pariwisata yang didominasi kaum hawa
berdatangan dari berbagai wilayah di pulau Jawa. Tampak sekali rasa
antusias mewarnai rona muka tatkala mereka berkunjung atau
berziarah ke Mesjid Agung Banten.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Mesjid Agung Banten Makam-makam kuno yang terletak disisi utara mesjid | | | | |
Masjid Agung Banten yang didirikan oleh Sultan Maulana Hasanudin
atau putera dari Sunan Gunung Jati, meskipun telah berumur lebih
dari 4 abad (didirikan pada kisaran tahun 1560-1570), nampak masih
berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Seperti juga mesjid-mesjid
lainnya, bangunan induk mesjid berdenah segi empat. Atapnya
merupakan atap bersusun lima dengan bagian kiri dan kanannya
terdapat masing-masing serambi. Agaknya serambi ini dibangun pada
waktu kemudian. Didalam serambi kiri, yang merupakan bagian utara
dari mesjid, terdapat makam-makam dari beberapa sultan Banten dan
keluarganya, diantaranya makam Maulana Hasanuddin dan isterinya,
Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Abu Nashr Abdul Qahhar. Sedangkan
didalam serambi kanan, yang terletak di selatan, terdapat pula
makam-makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul 'Abidin dan
lain-lainnya. Pada bagian tangga pada masdjid itu memiliki model
menyerupai goa, yang menurut sejarah pembangunannya dilakukan atas
bantuan seorang arsitektur asal Mongolia bernama Cek Ban Cut.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Mesjid Agung Banten Menara Mesjid Agung Banten | | | | |
Pada sisi timur dari mesjid tersebut terdapat menara yang
berdiri dengan ketinggian +/- 30 meter dengan diameter bagian
pangkalnya +/- 10 meter. Menara ini dulunya selain sebagai tempat
untuk mengumandangkan azan juga digunakan untuk melihat/mengawasi
perairan laut. Konon menara ini dibangun semasa kekuasaan Sultan
Haji pada tahun 1620 oleh seorang arsitek Belanda, Hendrik Lucazoon
Cardeel. Pada waktu itu, Cardeel memang membelot ke pihak Banten,
dan kemudian dianugerahi gelar Pangeran Wiraguna.
Dibagian dalam menara tersebut terdapat sebuah tangga untuk
menuju bagian atasnya. Tangga tersebut melingkari menara pada
bagian tepi dalamnya dengan lorong sempit yang hanya cukup dilewati
oleh satu orang saja. Bahkan bila anda memiliki ukuran tubuh yang
gemuk/besar, bisa dipastikan tidak akan bisa melewatinya. Dari
bagian atas menara ini, kita dapat melihat pemandangan disekitar
mesjid termasuk lautan lepas dengan perahu-perahu nelayannya. Jarak
antara menara ini dengan pantai tidaklah jauh yakni kurang lebih
1,5 km, sehingga cukup jelas untuk memantau kesibukan di perairan
laut banten.
Bagian Selatan dari Mesjid Agung Banten terdapat bangunan yang
dinamakan Tiyamah. Bentuknya berupa segiempat panjang dan
bertingkat. Bangunaan ini mempunyai langgam arsitektur Belanda kuno
dan menurut sejarah didesain pula oleh Lucazoon Cardeel. Dahulu
bangunan ini dipergunakan sebagai tempat musyawarah dan berdiskusi
tentang soal-soal keagamaan.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Mesjid Agung Banten Foto Mesjid Agung Banten, diambil dari atas menara mesjid. Bagian kiri dari foto ini merupakan bangunan Tiyamah dan terletak disisi selatan mesjid | | | | |
Kesultanan Banten memang menempatkan Islam sebagai landasan
kehidupan politik kerajaan. Dalam hal ini Islam menjadi alat
legitimasi atas kekuasaan penguasa, serta menjadi simbol identitas.
Meskipun Islam mendominasi kehidupan politik dan kebudayaan di
kesultanan banten, namun tidak menutup kemungkinanan agama lain
menjalankan ritualnya disana. Hal ini dibuktikan dengan adanya
bangunan kelenteng yang merupakan pusat peribadatan etnis cina
pada masa tersebut.
Dengan kata lain, Mesjid Agung Banten memang sarat dengan nuansa
keagamaan Islam yang telah dipadu dengan budaya Barat dan Cina pada
arsitektur bangunannya. Dengan adanya makam-makam kuno kesultanan
Banten nampaknya semakin menjadikan mesjid ini ramai dikunjungi
untuk wisata ziarah terutama dihari-hari libur maupun dihari-hari
besar umat Islam lainnya.
sumber: dirangkum dari Laporan Penelitian Arkeoli
Banten no.18 tahun 1976 dan Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi
III - Pandeglang, 5-9 Desember 1986
|