Siang itu kami tiba di airport Surabaya. Diujung pintu keluar
sudah menunggu sopir kami yang tertawa menyambut barang bawaan kami.
Tujuan kami menuju dataran tinggi Bromo melalui rute Pasuruan-Tongas-Ngadisari.
Lalu lintas lancar, kami tertidur dan terjaga ketika mobil mulai
menanjak memasuki Tongas, sebentar lagi kami akan masuk wilayah
desa Sukapura. Musim kemarau masih tersisa dipenghujung bulan ini,
beberapa area kering kerontang kami lewati. Vegetasinya memang agak
aneh, selang seling antara hijau dan kering merana. Didekat
Sukapura, kami melewati salah satu hotel terbesar dan termegah disini
yakni GRAND BROMO. Kami tidak menginap disana, lokasinya masih cukup
jauh dari Bromo, dan harganya lumayan mahal. Tujuan kami kesebuah
hotel yang letaknya persis berhadapan dengan Gunung Bromo-Gunung
Batok-Lautan pasir, yakni LAVA VIEW. | | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Upacara Kesadha | | | | | Setibanya dilokasi penginapan kami disambut dengan tawa renyah
Pak Edi manager hotel. Udara dingin menyusup melalui baju disiang
terik begini. Pak Edi menyarankan kami istirahat sejenak dikamar
karena malam nanti ada upacara besar, upacara Kesadha yang diadakan
setahun sekali dan akan dilaksanakan hampir semalam suntuk, mulai
tengah malam hingga esok pagi. Setelah meneguk segelas teh
panas, kami meluruskan kaki berjalan keluar penginapan hanya beberapa
meter kedepan hotel melihat view megah dari Bromo. Sungguh, indah
sekali.
Upacara kesadha adalah upacara masyarakat Bromo Tengger, khususnya
pemeluk agama Hindu. Upacara sekali setahun ini kerap dikunjungi
oleh turis selain unik juga untuk melihat keindahan panorama bromo
diketinggian 7800 m yang tidak ada duanya.
Asal muasal upacara ritual Kesadha ini berasal dari satu legenda
abadi yang dituturkan turun temurun tentang asal muasal orang Tengger
dan pengorbanan Raden Kesuma. | | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Upacara Kesadha | | | | | Sahibul hikayat menuturkan, bahwa dulunya hidup seorang resi
Dadap Putih dipadepokannya yang terletak didukuh Penanjakan. Sang
resi yang berasal dari Majapahit ini diutus raja untuk menemani
putrinya dalam pengasingan, putri Roro Anteng.
Satu hari kemudian, datanglah seorang pemuda Joko Seger dari
dukuh Keduwung putra seorang Brahmana, yang kemudian menjadi murid
cantrik dari resi Dadap Putih. Tahun berjalan, pada akhirnya kedua
nya jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Joko seger kemudian
dikenal sebagai penguasa Tengger pertama dengan nama Purba Wasesa
Mangkurat ing Tengger, artinya “penguasa Tengger yang budiman”.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Upacara Kesadha | | | | | Mereka berdua hidup rukun bertahun kemudian. Namun, bertahun
kemudian mereka belum juga dikaruniai anak hasil perkawinan itu,
karena mereka lantas membuat pemujaan kepada penguasa Bromo, kiranya
mereka bisa mempunyai anak. Permintaan mereka dikabulkan dengan
syarat, jika nanti tiba waktunya, maka anak paling bungsu harus
diberikan kembali kepada penguasa Bromo. Joko Seger dan Roro Anteng
dikaruniai 25 orang putra yang sehat dan kuat. Putra terakhir diberi
nama Raden Kesuma, adalah bocah yang lincah dan cerdas. Kehidupan
bahagia keluarga besar ini terguncang ketika dating suara yang mengingatkan
mereka akan janji untuk mengorbankan Raden Kesuma kedalam kawah
Bromo yang bergejolak. Atas ketulusan pengorbanan besar Raden Kesuma
inilah kemudian mejadi upacara Kesadha yang dilaksanakan pada hari
14 atau 15, bulan keduabelas menurut system penanggalan masyarakat
Tengger, bertepatan dengan purnama penuh.
|