Apa yang terkenal dari Menado, Sulut?
Seorang rekan bilang sambil tertawa: "Tentu saja 3-B".
Terjemahannya adalah "Bubur Menado, Bunaken, .... dan bibir
Menado". Dua pertama saya akui, bubur Menado memang khas dan tidak
ada duanya di Indonesia, sama seperti perairan Bunakennya. Tapi utk
"bibir Menado", wah saya hanya tahu wanita Menado memang cantik
berkulit putih. Lebih "dari itu", saya cuma pria polos, yang
sumpah tidak tau apa apa kok :-)
| | |
| | |
|
| |
| [navigasi.net] Budaya - Waruga | |
| | |
Tapi lepas dari becandaan soal
"3-B" itu, jika kesana sungguh sayang jika tidak mau jalan jalan
keluar dari kota Menado. Sewalah mobil, dan pergilah barang satu
jaman keluar kota menuju arah kota Airmadidi, salah satu kota kecil
penghasil pakanan khas Minahasa. Dari Airmadidi, beloklah menuju
desa Sawangan, disitulah terdapat makam tua berusia ratusan tahun
yang dikenal dengan sebutan khas : WARUGA. Desa ini amat terkenal,
tidak ada orang Menado yang tidak tau area ini. Bahkan dipeta
wisata keluaran lokal atau luar (Periplus, dan lonely-planet),
lokasi Waruga di Sawangan tercantum sangat jelas. Perjalanan kesana
akan melewati daerah berbukit naik dengan udara sejuk dengan
pemandangan pegunungan yang indah.
Menurut data sejarah, masyarakat
Minahasa tua menguburkan mayat bukan kedalam tanah. Bukan pula
seperti orang Toraja di Sulawesi Selatan yang dimasukan didalam
lereng berbatu. Mereka menguburkan mayat dalam satu kotak batu yang
terbuat dari padas keras dan diletakan dibelakang rumah tempat
mereka tinggal. Batuan gunung yg hitam keras itu dipilih sendiri
oleh "calon si mayat" ketika ia masih hidup dengan cara menyusuri
area gunung dan hutan. Setelah mereka menemukan batu dalam ukuran
raksasa yang dirasakan pas untuk dirinya ketika nanti akan mati,
lalu batu itu dipahat dalam bentuk persegi kotak memanjang dan
berongga didalamnya. Setelah selesai, batu itu kemudian ditarik
menuruni gunung untuk diletakan didekat halaman rumahnya. Berat
setiap batu itu bisa mencapai kisaran antara 100kg hingga 400kg.
Benar benar sebuah peti mati yang berat :-)
| | |
| | |
|
| |
| [navigasi.net] Budaya - Waruga | |
| | |
Awalnya lokasi Waruga terpencar
pencar. Nyaris disemua desa ditemukan sekelompok kecil Waruga
dihalaman rumah warisan dari kakek moyangnya. Pemerintah kemudian
mengumpulkan beberapa Waruga tua yg tergeletak disebaran wilayah
Airmadidi, lalu dikumpulkan di desa ini. Terakhir saya kesana lima
bulan silam, kabarnya ditemukan lagi kumpulan kecil Waruga baru
dilereng pegunungan didaerah Tomohon setelah berjalan kaki 2 hari
dari desa terakhir. Artinya, masih banyak Waruga lainnya yang belum
ditemukan dan tersebar didalam hutan terpencil.
Satu hal yang unik yakni setiap
Waruga mempunyai "pas foto" si-mati. Dipeti tutup atas Waruga
diukir profesi si-mati ketika membuat Waruga batu. Jika dia seorang
pemburu, maka diukirlah relief binatang ditutup atasnya. Lima tahun
silam, ada seorang turis Jepang yang begitu terkesan dengan Waruga
dan kondisi alam desa yg tenang disini. Satu waktu, ia berkata
kepada juru kunci Waruga disitu, dia bilang jika nanti mati dia
ingin dibuatkan Waruga dan dikubur ditempat ini bersama Waruga
lainnya. Sayang, ketika kembali ke Jepang, dia meninggal, dan
wasiat terakhirnya tidak terlaksana untuk dikuburkan didalam waruga
(entah, dia mau diukir dalam bentuk apa tutupnya mengingat dia
seorang Jepang ).
Pemakaian kuburan Waruga dihentikan
sekitar awal abad ini karena saat itu beredar wabah kolera yg
dahsyat. Pemerintah Belanda menduga wabah itu akibat mayat didalam
Waruga menyebarkan penyakit keudara dan menyebarkan kematian
kemasyarakat.