Tidak ada satupun yang tidak tau nama Danau Toba. Obyek wisata
ini kondang seantero tanah air, dari anak kecil hingga orang
dewasa. Danau toba terletak di propinsi Sumatra Utara, secara
administratif ia masuk diwilayah Tapanuli Utara atau dikenal dengan
sebutan popular Tobasa (Toba Samosir). Dari Medan, posisinya
lumayan jauh dan menempuh perjalanan panjang ketika menuju kesana.
Hampir seperti jarak tempuh Jakarta-Bandung, yakni 3 jam atau
lebih. Kota yang akan dilewati setelah Medan adalah Pematang
Siantar, satu kota terbesar kedua setelah Medan.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Danau - Toba | | | | |
Jadi jika berangkat pagi hari, maka tepat saat jam makan siang
kita akan masuk kewilayah kota Parapat, kota yang menjadi jantung
terbesar ditepi jalan raya yang menghubungkan kota Medan kemari.
Pada awalnya saya tidak menyangka perjalanan akan sejauh ini.
Sungguh, saya pikir hanya sepenggalan jarak yang sama dengan
Jakarta-Sukabumi, atau Surabaya-Malang. Ternyata, alamak jauh juga.
Merapat kemari dengan perut yang sudah mulai berbunyi, kita
bergegas keluar mobil untuk meluruskan otot yang keram akibat
terlalu lama duduk diam didalam mobil selama perjalanan. Kota
Parapat yang letaknya tepat ditepi danau, adalah kota yang
tergeletak indah dilereng lereng perbukitan. Dari atas inilah
tampak view indah Danau Toba, menukik kebawah diantara lereng
tajam. Sungguh, sebuah danau yang amat sangat besar dan
ditengahnya terhampar sebuah pulau, bernama pulau Samosir.
Tempat ini cukup tinggi dan berhawa sejuk menyenangkan. Perut
lapar dan capek diperjalanan seperti terhapus dengan melihat
pemandangan elok serta udara yg sejuk dingin.
Wilayah ini bagi “orang Batak” disebut sebagai
tempat asal muasal “Batak sesungguhnya”. Disinilah
berdiam marga marga yang diyakini inilah wajah Batak seutuhnya.
Penjelasannya sbb:
Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis
dibagi sbb:
1. Batak Toba (Tapanuli) : mendiami Kabupaten Toba Samosir,
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan bahasa Batak Toba.
2. Batak Simalungun : mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli
Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.
3. Batak Karo : mendiami Kabupaten Karo, Langkat dan sebagian Aceh
dan menggunakan bahasa Batak Karo. Mereka lebih suka menyebut
dirinya sebagai orang Melayu.
4. Batak Mandailing : mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah
Pakantan dan Muara Sipongi dan menggunakan bahasa Batak Mandailing,
geografis mereka lebih dekat dengan Padang.
5. Batak Pakpak : mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan dan
menggunakan bahasa Pakpak.
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan
bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan
berasal dari Tanah Batak. Namun demikian, mereka mempunyai marga
marga seperti halnya orang Batak. Yang disebut wilayah Tanah Batak
atau Tano Batak ialah daerah hunian sekeliling Danau Toba, Sumatera
Utara. Seandainya tidak mengikuti pembagian daerah oleh Belanda
[politik devide et impera] seperti sekarang, Tanah Batak konon
masih sampai di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.
BATAK ALAS GAYO
Beberapa lema/dialek di daerah Alas dan Gayo sangat mirip dengan
lemah bahasa Batak. Demikian juga nama Si Alas dan Si Gayo ada
dalam legenda dan tarombo Batak. Dalam Tarombo Bona Laklak [tarombo
pohon Beringin] yang dilukis cukup indah oleh L.Sitio [1921] nama
Si Jau Nias, dan Si Ujung Aceh muncul setara nama Sorimangaraja
atau Si Raja Batak I. Disusul kemudian hadirnya Si Gayo dan Si Alas
setara dengan Si Raja Siak Dibanua yang memperanakkan
Sorimangaraja, kakek dari Si Raja Batak.
BATAK PAKPAK
Sebagian kecil orang Pakpak enggan disebut sebagai orang Batak
karena sebutan MPU Bada tidak berkaitan dengan kata OMPU Bada dalam
bahasa Batak. Kata MPU menurut etnis Pakpak setara dengan kata MPU
yang berasal dari gelar di Jawa [MPU Sendok, MPU Gandring]. Tetapi
bahasa Pakpak sangat mirip dengan bahasa Batak, demikian juga
falsafah hidupnya.
BATAK KARO
Sub etnis ini juga bersikukuh tidak mau disebut sebagai kelompok
etnis Batak. Menurut Prof Dr. Henry G Tarigan [IKIP Negeri Bandung]
sudah ada 84 sebutan nama marga orang Karo. Itu sebabnya, orang
Karo tidak sepenuhnya berasal dari etnis Batak, karena adanya
pendatang kemudian yang bergabung, misalnya marga Colia, Pelawi,
Brahmana dsb. Selama ini di Tanah Karo dikenal adanya MERGA SILIMA
[5 Marga].
BATAK NIAS
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan
bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan
berasal dari Tanah Batak, bukan dari Pusuk Buhit. Masuk akal karena
secara geografis pulau Nias terleta agak terpencil di Samudera
Indonesia, sebelah barat Sumatera Utara.Namun demikian, mereka
mempunyai marga marga seperti halnya orang Batak.
Ada cerita unik yang pernah diutarakan oleh salah satu teman.
Ketika Jepang datang kemari, ada satu orang perwira Jepang yang
suka memberi makan ikan liar yang hidup di Danau Toba. Setiap pagi
dan sore, ia mengayuh sampannya dari tepian danau, lantas
membunyikan genta berkali kali sambil menyebarkan makanan. Ratusan
ikan datang melahap makanan itu. Bertahun tahun ia melakukan itu,
hingga akhirnya Jepang itu meninggal dikemudian hari. Ikan yang
telah terbiasa makan pada jam dan posisi yang sama seperti
kehilangan makanan dan kebiasaan rutin mereka. Penduduk yang tahu
akan hal ini kemudian mengikuti langkah Jepang tersebut. Mereka
beramai ramai membawa jala pada pagi dan petang sembari membunyikan
genta. Ratusan ekor ikan ditangkap setiap minggunya. Hingga
akhirnya, tidak ada ikan liar satupun yang tersisa.
Benar tidaknya cerita itu sudah tidak ada yang ingat.
Kenyataannya, danau Toba dijaman modern ini bukan sentra penghasil
ikan air tawar di sumut. Pemerintah kemudian berusaha merangsang
penduduk lokal dengan memberi bantuan benih ikan dalam karamba
untuk dipelihara agar menjadi sumber mata pencaharian mereka.
|