Situs Candi Jago terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang,
Kabupaten Malang. Candi ini dahulunya bernama Jayaghu. Candi ini
menurut Negarakertagama diketahui sebagai salah satu candi
pendharmaan bagi Maharaja Wisnuwardhana. Hayam Wuruk disebutkan
pernah melakukan kunjungan ziarah ke makam leluhurnya yakni
Wisynuwardhana yang dicandikan di Jayaghu atau Jago.
Sekalipun Candi jago diketahui sebagai makam Maharaja
Wisynuwardhana, namun jika dilihat dari bentuk arsitektur dan ragam
hiasnya maka bangunan itu berasal dari zaman majapahit akhir. Pada
tahun 1272 Saka atau 1350 Masehi, misalnya, candi itu pernah
diperbaiki oleh Adityawarman. Dan sesudah itu, candi itu tampaknya
mengalami beberapa kali pemugaran pada kurun akhir majapahit yakni
pada pertengahan abad ke 15.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Candi Jago Tampak dari dekat relief yang menghiasi Candi Jago | | | | |
Dilihat dari bentuk arsitekturnya, Candi Jago mirip sekali
dengan bentuk punden berundak yang merupakan ciri bangunan
religi dari zaman megalithikum yang mengalami kebangkitan kembali
pada massa akhir majapahit. Badan candi terletak diatas kaki candi
yang bertingkat tiga. Bangunan utama candi terletak agak kebelakang
dan menduduki teras tinggi. Diduga pada bangunan utama itu diberi
atap dari ijuk sebagaimana pura-pura di Bali. Bahkan dari sudut
pandang aetiologi nama Desa Tumpang tempat dimana Candi Jago berada
tentu berasal dari bentuk candi tersebut, sebab didalam bahasa Jawa
kuno kata Tumpang memeliki arti "lapis, deretan bertingkat,
bersusun, membangun dalam deretan bertingkat".
Arca Amoghapasa dewa tertinggi dalam agama Buddha Tantra yang
memiliki tangan delapan adalah perwujudan dari Wisynuwarddhana
sebagaimana disebut dalam Negarakertagama. Aca tersebut saat ini
masih tersisa dihalaman candi tetapi kepalanya telah hilang.
Disamping Archa Amoghapasa terdapat arca Bhaiwara yang putus
kepalanya dan beberapa arca kecil serta sisa-sisa bangunan candi
yang berserak disekitar area candi. Sedang arca-arca lain yang
pernah diperoleh dari area candi ini disimpan di Museum
Jakarta.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Candi Jago Arca Wisynu Warddhana sebagai Amoghapasa dihalamn candi jago yang telah hilang bagian kepalanya | | | | |
Sementara ditinjau dari ragam hias terutama relief-relief yang
menghiasi tubuh candi yang mengisahkan lakon Krishnayana,
Parthayajna dan Kunjakarna, makin menyakinkan bahwa bangunan candi
tersebut berasal dari masa akhir Majapahit meski bahan-bahan
batunya sangat mungkin berasal dari masa singosari atau masa ketika
candi itu direnovasi oleh Adityawarman. Kisah Parthayajna dan
Kunjakarna, adalah kakawin yang ditulis Mpu Tanakung yang hidup
pada masa akhir zaman Majapahit. Menurut P.J. Zoetmulder (1983),
kedua kakawin itu dipahatkan sebagai relief pada sebuah candi
di Jawa Timur yakni Candi Jago.
Relief Kunjakarna yang menghiasi bagian teras Candi jago
menceritakan Boddhicitta Wairocana di wihara yang sedang
mengajarkan dharma kepada para Jina, Boddhisattwa, Bajrapani dan
dewa-dewa. Pada saat yang sama yaksa bernama Kunjarakarna melakukan
meditasi Buddha di Gunung Semeru agar dapat dibebaskan dari
wataknya sebagai setan pada inkarnasi berikutnya.
| | | | | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Candi Jago Pemandangan teras candi dari arah puncak candi | | | | |
Relief Parthahayajna menuturkan perjalanan Arjuna ke Gunung
Indrakila guna melatih diri lewat tapabrata agar memperoleh bantuan
senjata dari dewa. Gunung Indrakila adalah tempat ia bisa berjumpa
dengan para dewa, tetapi harus melalui Resi Dwipayana, mahaguru
dalam ajaran dan praktek Sivadharma. Resi Dwipayana mengajarai
Arjuna tata cara untuk mencapai pembebasan dan persatuan dengan
hakekat Siva. Setelah satu tahun, di Gunung Indrakila, Arjuna
dikisahkan berhasil mencapai tujuannya di mana Siva menampakkan
diri sebagai Hyang Kirata.
Relief Krisnayana dapat ditafsirkan sebagai suatu perwujudan
kisah perkawinan Maharaja Wisynuwarddhana dengan Nararya Waning
Hyun, yakni lambang perkawinan dewa Wisnu dengan dewi Sri
yang menitis dalam wujud Kresna dan Rukmini. Didalam kakawin
krynayana disebutkan bahwa tokoh Prthukirti, ibu Rukmini, adalah
adik Kunti dan Basudewa. jadi Kresna dan Rukmini adalah saudara
sepupu. Hal itu sesuai dengan fakta bahwa Wisynuwarddhana adalah
sepupu Waning Hyun. Pada akhirnya, Kresna berhasil menikahi Rukmini
dan hidup bahagia dengan dikaruniai sepuluh orang anak.
sumber: buku Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang
|